
Kegiatan ini bertujuan untuk memperkenalkan griya abhiparaya untuk di daerah Bengkulu kepada masyarakat dan meningkatkan keterlibatan instansi dan pemasyarakatan dalam pembinaan ABH yang terlantar . Len Azhari, ketua panitia, dalam laporannya menyampaikan bahwa dasar kegiatan ini meliputi Undang Undang Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan.Undang-undang dalam sistem peardilan anak dan menyikapi program griya abhipraya sebagi alternatif non penjara oleh anak. UUD 1945 yang menjelaskan bahwa negara wajib memelihara fakir miskin dan ini termasuk juga untuk ABH yang sering mendapatkan diskriminasi oleh masyarakat.
Bapak Erfan, S.H., M.H mengatakan bahwa griya abhipraya berasal dari bahasa sansekerta yang memiliki arti “Rumah Harapan”. Dengan ini mengharapkan gagasan abhipraya ini menjadi rumah yang bisa membina klien dengan baik dengan konsep non penjara. kelompok Masyarakat Peduli Kemasyarkatan (Pokmas Lipas) juga sangat berperan penting dalam memberikan infomasi dan advokasi kepada masyarakat. Partisipasi Pokmas Lipas sangat dibutuhkan dalam pembentukan abhi praya di suatu daerah. Di Bengkulu sendiri sejak tahun 2020 telah terbentuk LPKA yang menjadi alternatif terkahir bagi ABH untuk mendapatkan pembinaan setelah pidana. Tingginya kasus hukum terhadap anak di Bengkulu membuat Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) menjadi jalan yang tepat untuk pembinaan. Namun dalam kasus anak seharusnya keadilan restorasi yang menjadi fokus utama itu sendiri, dan rumah singgah merupakan alternatif yang harus dipikirkan untuk segera di bentuk. Agar ABH di Bengkulu tidak berakhir di dalam LPKA.
Kepala BAPAS Bapak Resman Hanafi, S.Pt., MM menyayangkan di Bengkulu hanya memiliki satu Balai Pemasyarakatan. Orang yang berhadapan dengan hukum mencapai 2600 orang dan 332 orang merupakan usia anak. Anak-anak ini di dampingi oleh Bapas dan hanya 210 anak yang melakukan diversi. 100 anak lebih berakhir di LPKA karena tidak ada tempat alternatif. BAPAS sangat bersemangat untuk perwujudan dari rumah singgah ini karena banyak anak yang tidak memiliki jalan untuk pulang demi pembinaan yang baik terhadap anak ini. Dalam paparannya ibu Atiek Meikurnia, perwakilan dari Direktorat Jendral Pemasyarakatan mengatakan bahwa grita abhipraya ini adalah model kolaboratif antara kelompok masyarakat, warga binaan dan kumham dan pemda.
Terbentuknya rumah singgah ini tidak luput dari pembinaan dan pelatihan kerja yang berguna untuk masa depan ABH. Bapak Nurmanjaya sebagai kepala UPTD Balai Latihan Kerja (BLK) Bengkulu siap memberikan konrtibusinya terhadap pelatihan yang akan diberikan kepada ABH yang berada di rumah singga tersebut nantinya. Ketua Yayasan Mutiara Bintang Robbani Ibu Resi Suryani juga memberikan dukungannya dalam penyelanggaraan pendidikan terhadap ABH. Yayasan Mutiara Bintang Robbani juga siap memeberikan program kewirausahaan dan keterampilan kepada ABH. Kepala UPTD PPA Provinsi Ibu Ainul Madiyanti juga akan memberikan dukungan dengan melakukan pendampingan dan kebutuhan psikolog bagi ABH. Direktur PKBI Bapak Abdul Salim Ali Siregar, SP sangat berharap griya abhipraya ini membuka banyak kolaborasi terkait pihak-pihak yang menawarkan diri. Harus yakin semua pihak dapat terlibat dalam hal ini dan harus jelas agar semua bisa berjalan dengan baik.
Kesimpulan dari kegiatan ini adalah sebagai berikut:
Griya Abhipraya merupakan alternatif untuk melakukan pembinaan yang lebih baik kepada ABH melalui keadilan restorasi sehingga tidak menjadikan LPKA sebagai jalan terakhir dalam penyelesaian masalah kasus ABH
Pokmas Lipas memiliki peran penting dalam menginformasikan kepada masyarakat untuk pembentukan Griya Abhipraya.
Stakeholder terkait seperti PEMDA, KUMHAM, dan Pokmas Lipas harus berkolaborasi untuk perwujudan griya abhiparaya yang layak untuk ABH. LINK Video https://www.instagram.com/reel/CkKZhwqJCJL/?utm_source=ig_web_copy_link