Pelatihan Gedsi (Gender Equality, Disability, Social Inclusion)

Pada Hari Sabtu dan Minggu, 29 – 30 Oktober  2022 Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) melaksanakan kegiatan Pelatihan Gender Equality, Disability, and Inclusion Social (GEDSI). Kegiatan dilakukan selama dua hari yang dimulai Pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB Ruang Meeting Asoka, Adeeva Hotel, Pantai Panjang, Jl. Pariwisata, Nusa Indah, Kec. Ratu Agung, Kota Bengkulu, Bengkulu 38223.  Tujuan dilakukannya kegiatan ini adalah mensosialisasikan safeguarding Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia untuk Child Protection, PSEAH dan Fraud, meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan keterampilan praktis dalam implementasi program dengan menggunakan pendekatan GEDSI pada staf lembaga mitra sebagai bagian dari pendekatan inklusif; termasuk didalamnya: memahami konsep GEDSI, mengidentifikasi hambatan,   termasuk   stigma   dan   diskriminasi, mendialogkan pendekatan dan strategi untuk membangun relasi dan mengelola isu dalam program yang beragam, termasuk meningkatkan perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak dan kelompok terpinggirkan serta meningkatan kemampuan, keterampilan dan perilaku staff sehingga lebih efektif dan efisien dalam melakukan pendampingan terhadap ABH dan WBP.
Narasumber dalam pelatihan ini mengundang dari Sahabat Psikologi Indonesia, Yunda Natalia, M.Psi, Psikolog yang membahas tentang inklusi sosial. Hilda Sriwanty, S.Sos, M.Sos dari Payung Besurek yang membahas disabilitas. Joti Mahulfa, S.Sos, M.Sos dari Payung Besurek yang membahas tentang Persamaan Gender. Antoni sebagai Manager area PKBI Daerah Bengkulu juga berkesempatan untuk menyampaikan materi terkait dengan safeguarding. Kegiatan pelatihan GEDSI ini di fasilitatori oleh Tini Rahayu dari WCC dan Nurkolis dari Sekretaris PKBI Daerah Bengkulu Peserta dari kegiatan pelatihan ini merupakan staff dan relawan yang telah berproses di PKBI Daerah Bengkulu. Abdul Salim Ali Siregar, SP sebagai Direktur Eksekutif PKBI Daerah Bengkulu berharap kegiatan pelatihan GEDSI  ilmunya dapat bermanfaat dan dapat diterapkan ke dalam masyrakat. Supaya kedepan setiap aktivitas yang dilakukan PKBI selalu mementingkan kesetaraan gender,  dapat menemukan strategi-strategi yang bisa dilakukan kedepan terkait dengan issu ini (Gender, Equality, Disability, Social Inklusion). 
Tini Rahayu sebagai fasilitator melakukan pengelompokan terhadap peserta berdasarkan tanggal lahir. Setelah dikelompokan peserta masing-masing melakukan perkenalan dan menyampaikan harapan dan kekhawatiran selama melakukan kegiatan pelatihan GEDSI ini. Neva Riosa sebagai staff PKBI berharap dapat menyerap ilmu yang disampaikan narasumber dengan baik namun khawatir dapat mengimplementasikan ilmu yang didapat ke dalam masyrakat dengan baik. Tini Rahayu menyampaikan pengantar kegiatan yang merupakan INKLUSI akan berkontribusi pada tujuan pembangunan yang lebih luas, yaitu “ tidak ada satu pun yang tertinggal lebih banyak kelompok marginal berpartisipasi dalam dan mendapatkan manfaat dari pembangunan di bidang sosial budaya, ekonomi dan politik di Indonesia”. Dan selanjutnya inklusi sosial merupakan pendekatan baru yang ingin  mengembangkan keterbukaan ; mengajak masuk dan mengikutsertakan semua orang dengan berbagi perbedaan latar belakang, karakteristis, kemampuan, status, kondisi, etnik, budaya dan lainnya dalam suat proses pembangunan. Dan sosialisasi kebijakkan Safeguarding INKLUSI yang akan dilakukan juga perlu memperhatikan konteks atau perspektif regulasi atau perundang-undangan tersebut. Sebenarnya ada undang-undang baru yang bersinggungan dengan aktivitas kita, baik itu aktivitas bersama dengan anak yang berhadapan dengan hukum atau dengan pemberhdapan dengan hukum dan yang belum berhadapan dengan hukum. Sebelum kegiatan pelatihan ini diisi oleh narasumber fasilitaor mengadakan pretes kepada seluruh peserta pelatihan. 
Materi pertama tentang safeguarding disampikan oleh Antoni. Antoni memberikan penjelasan bahwa arti dari safeguarding initnya prinsip pengamanan dan ada beberapa aspek yang ingin diamankan dari safeguarding ini sendiri. PKBI membahas safeguading dari issue child safeguarding,  PKBI yang mendapingi Anak Berhadapan Hukum terkhusus di Lapas Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas II Bengkulu. Dari materi ini Afif sebagai salah satu relawan PKBI menanyakan kerahasiaan pelapor dalam kasus anak di lindungi atau tidak. Antoni menjawab dalam semua kasus pelapor akan dilindungi oleh pihak berwajib. 
Materi kedua disampaikan oleh Joti Mahulfa, S.Sos, M.Sos yang membahsas tentang Persamaan Gender. Dijelaskan bahwa Gender merupakan secara istilah “Robert Stoller (1968) untuk memisahkan pencirian manusia yang didasarkan pada pendefinisian yang bersifat sosial budaya dengan ciri-ciri fisik biologis”. Gender adalah perbedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang hasil konstruksi budaya, tergantung tempat  dan dapat berubah dari waktu ke waktu  sesuai perkembangan budaya masyarakat (zaman). Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan. Oleh karena itu gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya ditempat mereka berada.  Akibat dari adanya perbedaan gender maka terjadilah bias gender. Bias gender adalah suatu pandangan yang membedakan peran, kedudukan serta tanggung jawab laki-laki dan perempuan dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan pembangunan. Karena bias gender tersebut terjadi banyaknya diskriminasi gender yang terbagi menjadi lima yaitu :
Marjinalisasi Kekerasan fisik (membekas lebam,bengkak), psikis (yang tidak tampak), seks (cabul seperti hanya mencium, menyentuh tidak melakukan penitrasi, pelecehan seperti menggoda, tatapan, siulan yang tidak bersepakat, pemerkosaan yang sudah melakukan penitrasi), ekonomi.
Tereotip Beban ganda Subordinasi. Kesetaraan gender dan keadilan gender adalah suatu kondisi yang setara dan seimbang bagi laki-laki dan perempuan dalam memperoleh peluang/kesempatan, partisipasi, kontrol dan manfaat pembangunan, baik di dalam maupun diluar rumah tangga. Untuk Menuju keadilan gender diperlihatkan dalam tabel berikut : 


Kebutuhan praktis focus pada perempuan
Kebutuhan strategis pada relasi gender antara perempuan dan laki-laki.
Jangka pendek : yanglangsung dapat dinikmati jahir menjahit dan kursus lainnya.
Jangka panjang perubahan pola, perilaku dan nilai
Meningkatkan kondisi perempuan
Meningkatkan posisi perempuan
Meningkatkan kemampuan perempuan
Memberdayakan perempuan.

Materi ketiga membahas tentang disabilitas yang disampaikan oleh Hilda Sriwanty, S.Sos, M.Sos. Undang-undang nomor  8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Perbedaan fisik, intelektual dan mental menghambat partisipasi mereka dalam bermasyrakat maka itu yang disebut dengan disabilitas.  Disabilitas memiliki kesamaan kesempatan dimana keadaan yang memberikan peluang dan/atau menyediakan akses kepada Penyandang Disabilitas untuk menyalurkan potensi dalam segala aspek penyelenggaraan negara dan masyarakat. Penyandang disabilitas memiliki 22 hak sebagi berikut hidup, bebas dari stigma, privasi, keadilan dan perlindungan hukum, pendidikan, pekerjaan, kewirausahaan, dan koperasi, kesehatan, politik, keagamaan, keolahragaan, kebudayaan dan pariwisata, kesejahteraan sosial, Aksesibilitas, Pelayanan Publik, Pelindungan dari bencana, habilitasi dan rehabilitasi, Konsesi, pendataan, hidup secara mandiri dan dilibatkan dalam masyarakat, berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi;, berpindah tempat dan kewarganegaraan dan bebas dari tindakan Diskriminasi, penelantaran, penyiksaan, dan eksploitasi

Materi terakhir adalah berkaitan dengan inklusi sosial yang disampaikan oleh Yunda Natalia, M. Psi, Psikolog dari Sahabat Psikologi Indonesia. Yunda menyampaikan bahwa adanya sekolah inklusi dimana orang-orang didalamnya bukan Cuma seperti normal yang lainnya disabilitas juga disatukan dalam kelas yang disabel atau difabel itu juga bisa masuk disana. jadi ada kesetaraan. Inklusi sosial itu sendiri adalah proses kompleks dan multidimensi, menyangkut kekurangan atau penyangkalan terhadap hak atas sumber daya, barang dan layanan dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam hubungan yang normal dan aktivitas yang tersedia bagi kelompok mayoritas dalam masyarakat. Termasuk dalam aktivitas ekonomi, sosial, budaya maupun politik. Hal ini memengaruhi kualitas hidup seseorang dan kesetaraan serta solidaritas dalam masyarakat secara keseluruhan. Dalam kesempatan ini Widi sebagai staf PKBI menanyakan apakah inklusi ini terfokuskan pada disabilitas, bagaimana inklusi melihat LGBT? Yunda menjelaskan kita harus memanusiakan manusia, mereka semua mempunyai hak yang sama kita juga harus memilih dan memilah denagan memakai beberapa persektif. Dalam perspektif agama tidak ada yang membolehkan LGBT. Abdul Salim ALi Siregar, SP menambahkan selama ini PKBI berdiskusi dengan berbagai transgender  ingin keluar dari isu. Inklusi masuk sampai kesana dalam konteks bukan orientasi seksualnya tapi menghargai dia sebagai manusia yang punya hak warga negara. Poinnya inklusi memperjuangkan hak seseorang sebagai warga negara. Kegiatan hari kedua adalah kesempatan bagi fasilitator untuk mereview apa saja yang telah diserap oleh para peserta yang ditanyakan oleh satu persatu peserta pelatihan Dalam kesempatan ini Fasilitator membagi peserta menjadi 4 kelompok yang dibagi dalam pembahasan selama melakukan pendampingan di LPKA Kelas II Bengkulu dan LPP Kelas IIB  Bengkulu. Setiap kelompok harus menganalisis kasus yang ada di LPP dan LPKA  dengan pendekatan matrik analisis  Kabeer atau Longwee. 
Kelompok pertama membahas kasus Narkotika yang ada di dalam LPP Kelas IIB Bengkulu. Kasus Narkotika dipilih karena hampir 50% WBPP yang berada di lapas melakukan kasus ini. Kelompok ini menggunakan pendekatan kabeer. Neva menjelaskan bahwa kasus narkotika terjadi karena adanya faktor ekonomi, gaya hidup, dan pengobatan. Dalam pendekatan kabeer Neva menjelaskan bahwa dalam keluarga tidak ada aturan yang memantau individu terkait narkotika dan individu tersebut terjerumus kedalam pergaulan yang salah. Negara memiliki undang-undang yang mengatur tentang narkotika. Dalam penyelanggaraannya sendiri sebenarnya negara sudah memiliki badan yang memeprhatikan kaum-kaum marginal dengan ekonomi dan pendidikan rendah, namun hal tersebut juga tidak dapat menjangkau keseluruhan. Maka diperlukan keterlibatan lembaga-lembaga yang peduli.
Analisis pendekatan Kabeer LPP Kelas IIB Bengkulu sebagai berikut :

Kelompok kedua membahas hal yang sama dengan kelompok satu yaitu kasus Narkotika yang ada di LPP Kelas IIB Bengkulu. Kelompok kedua melakukan analisis dengan pendekatan Longwee. Widi menjelaskan bahwa ada 54 WBPP yang melakukan tindak pidana kasus korupsi. Hal ini dipicu dari keadaan ekonomi yang melibatkan narkotika menjadi solusi dalam perputaran uang yang cepat dan mudah di dapatkan. Stigma negatif masyarakat dalam pelebelan WBPP yang melakukan kasus narkotika sangatlah berdampak pada psikis WBPP.  PKBI melalui program inklusi melakukan pendekatan inklusi dalam pemenuhan hak-hak warga binaan seperti : hak dalam mendapatkan pelayanan kesehatan, pola asuh dan informasi. Kelompok ketiga menganalisis kasus pencurian yang ada di LPKA Kelas II Bengkulu dengan pendekatan sara longwee sebagai berikut :
Kesejahteraan, kalau dilihat dari kesejahteraan, rata-rata ABH beresal dari keluarga yang ekonominya lemah atau belum sejahtera
Akes yang harus dilakukan adalah bagaimana cara meningkatkan kesejahteraan misalnya, dengan membuka peluang agar bisa menciptakan lapangan kerja.
Kesadaran yang harus ada, di dalam keluarga bagaimana mereka bisa membagi peran agar hidupunya stabi atau lebih sejahtera
Partisipasi yang harus dilakukan adalah bagaimana adanya partisipasi dari anggota keluarga dalam mengetahui apa saja yang kebijakan yang bisa diambil
Kontrol, ketika sudah bisa mendapatkan kebijakan dan berpartisipasi maka harus bisa mengontrol situasi agar sesuai rencana.
Kelompok keempat melakukan analisis kasus pencurian di LPKA Kelas IIA Bengkulu dengan pendekatan kabeer sebagai berikut :


Sebelum kegiatan ini ditutup fasilitator meminta semua peserta melakukan posttest terkait dengan pelatihan GEDSI yang telah diterima. Abdul Salim Ali Siregar, SP menutup kegiatan pada pukul 17.00 dengan harapan para staf dan relawan PKBI telah mendapatkan ilmu terkait GEDSI dan siap mengimplementasikannya dalam pendekatan inklusi sosial untuk pendampingan ABH di LPKA  dan WBPP di LPP di Kota Bengkulu.

Kesimpulan dari kegiatan ini adalah sebagai berikut :
Staff dan Relawan PKBI Bengkulu mampu menerapkan Inklusi sosial dalam kehidupan dan pendampingan terhadap ABH dan WBPP di daerah Bengkulu.
Staff dan Relawan PKBI sadar akan bias gender serta diskriminasi disabilitas dan dapat merangkul mereka dengan pendekatan inklusis sosial.
 
 
 
 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *